Rukun Talak
Pengertian Perceraian (Talak), Macam-Macam Talak, Rukun Talak, Sebab-Sebab terjadinya Perceraian, Tata Cara Perceraian, dan akibat Perceraian
Pengertian Perceraian (Talak)
Talak berasal dari kata talaq yang secara harfiah berarti melepasakan atau meninggalkan ikatan.Dalam pembahasan fikih, talak adalah pelepasan ikatan nikah atas kehendak pihak suami dengan menggunakan lafal talak atau yang semakna dengannya. Sebagaimana firman allah Qs. Al-Baqarah: 229:
ٱلطَّلَٰقُ مَرَّتَانِۖ فَإِمۡسَاكُۢ بِمَعۡرُوفٍ أَوۡ تَسۡرِيحُۢ بِإِحۡسَٰنٖۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمۡ أَن تَأۡخُذُواْ مِمَّآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ شَيًۡٔا إِلَّآ أَن يَخَافَآ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِۖ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا يُقِيمَاحُدُودَ ٱللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِمَا فِيمَا ٱفۡتَدَتۡبِهِۦۗ تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَعۡتَدُوهَاۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ٢٢٩
Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma´ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim”.
Menurut bahasa, talak berarti melepas tali dan membebaskan. Misaslnya, naqah thaliq ( unta yang terlepas tanpa diikat). Menurut Imam Nawawi dalam bukunya Tahdzib, Talak adalah tindakan orang yang terkuasai terhadap suami yang terjadi tanpa sebab kemudian memutus nikah.
Perceraian dalam bahasa Indonesia dipakai dalam pengertian yang sama dengan talak dalam istilah fiqh yang berarti bubarnya pernikahan.
1. Macam-Macam Talak
Dilihat dari pengaturannya, talak ada dua macam :
- Ta’liq dimaksudkan seperti janji, karena mengandung pengertian melakukan pekerjaan atau meninggalkan suatu perbuatan atau menguatkan suatu khabar.Ta’liq seperti ini menurut Sayyid Sabiq disebut dengan “ta’liq sumpah atau qasami”, seperti seorang suami berkata kepada istrinya, “ jika engkau keluar rumah, engkau tertalak. “ maksudnya, suami melarang istrinya keluar rumah ketika suami tidak ada dirumah.
- Talak yang dijatuhkan untuk menjatuhkan talak bila telah terpenuhi syaratnya, talak seperti ini disebut dengan “ ta’liq syarat”. Umpanya seorang suami yang berkata kepada istrinya, “jika engkau membebaskan dari membayar sisa maharnya, engkau tertalak.”
Di samping pembagian talak sebagaimana oleh Sayyid Sabiq ditegaskan diatas, talak dapat juga dilihat dari dua macam ketentuan, yaitu :
- Talak Sunnah, yaitu talak yang berjalan sesuai dengan ketentuan agama, yaitu seorang suami menalak istri yang telah digaulinya dengan sekali talak pada masa bersih dan belum ia sentuh kembali selama bersih itu.
- Talak Bid’i, adalah talak yang menyalahi ketentuan agama, misalnya talak yang diucapkan dengan tiga kali talak pada waktu bersamaan atau talak dengan ucapan talak tiga, atau menalak istri yang dalam keadaan sedang haid atau istri dalam keadaan suci, tetapi sebelumnya telah dicampuri.
Ditinjau dari berat ringannya akibat talak, dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
- Talak Raj’i yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istri yang telah dikumpuli, bukan karena tebusan, bukan pula talak yang ketiga kalinya. Suami secara langsung dapat kembali kepada istrinya yang dalam masa iddah tanpa harus melakukan akad nikah yang baru.
- Talak Ba’in yaitu jenis talak yang tidak dapat dirujuk oleh suami, kecuali dengan perkawinan baru walaupun dalam masa iddah, seperti talak perempuan yang belum diaguli. Talak ba’in terbagi menjadi 2 macam yakni :
- Ba’in Shugra, talak ini dapat memutuskan ikatan perkawinan, artinya jika sudah terjadi talak, istri dianggap bebas menentukan pilihannya setelah habis masa iddahnya. Suami pertama dapat dirujuk dengan akad perkawinan yang baru.
- Ba’in Kubra, suami tidak dapat rujuk kepada istrinya, kecuali jika istrinya telah menikah dengan laki-laki lain dan bercerai kembali. Cara yang dilakukan tidak boleh sekedar rekayasa sebagaimana dalam nikah Muhallil.
- Talak Khulu’, Khulu’ adalah fasakh nikah, maka fasakh nikah bukan termasuk talak. Para ulama menegaskan bahwa substansinya yang sama dengan artinya “ talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari pihak istri kepada suami”.
Adapun macam-macam talak dilihat dari Sighat yang digunakan adalah :
- Sarih (terang), yaitu kalimat yang tidak ragu-ragu lagi bahwa yang dimaksud adalah memutuskan ikatan perkawina, seperti kata suami, “engkau tertalak,” atau “ saya ceraikan engkau. “ kalimat sarih (terang) ini tidak perlu niat. Apabila dikatakan oleh suami, berniat atau tidak berniat, keduanya terus bercerai, asal perkataannya itu bukan berupa hikayat.
- Kinayah (sindiran), yaitu kalimat yang masih ragu-ragu, boleh diartikan untuk perceraian nikah atau yang lain, seperti kata suami, “pulanglah engkau ke rumah keluargamu”, atau “ pergilah dari sini,” dan sebagainya. Kalimat sindiran ini bergabtung pada niat, artinya kalau tidak diniatkan untuk perceraian nikah, tidaklah jatuh talak. Tetapi jika diniatkan untuk menjatuhkan talak, barulah menjadi talak.
2. Rukun Talak
- Pencerai. Pencerai dapat diterima apabila menuhuhi beberapa persyaratan yakni :
- Mukallaf
- Pilihan sendiri
- Ungkapan cerai ( Shighat talak)
- Ungkapan talak dengan bahasa jelas (Sharih)
- Ungkapan talak dengan sindiran (Kinayah);
- Talak dengan isyarat;
- Talak dengan tulisan;
- Talak bebas dan bergantung;
- Sighat talak pada masa yang akan dating
- Persaksian talak
- Pemberian kekuasaan/penyerahan talak (kepada istri)
3. Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian
Perceraian merupakan bagian dari dinamika rumah tangga.Perceraian ada karena adanya perkawinan.Meskipun tujuan perkawinan bukan perceraian, perceraian merupakan sunatullah, dengan penyebab yang berbeda-beda.
Bercerai dapat disebabkan oleh kematian suaminya, dapat pula karena rumah tangga yang tidak cocok dan pertengkaran selalu menghiasi perjalanan rumah tangga suami-istri, bahkan adapula yang bercerai karena salah satu dari suami atau istri tidak lagi fungsional secara biologis, misalnya suaminya impoten atau istrinya mandul.
Pembubaran perkawinan yang terdapat dalam KUHP (BW) pada bab ke 10 berkaitan dengan bagian ketiga dalam KUHP (BW) tentang perceraian perkawinan. Sebagaimana terdapat dalam pasal 208 dikatakan bahwa perceraian suatu perkawinan sekali-kali tak dapat dicapai dengan suatu persetujuan antara kedua belah pihak. Alasan-alasan yang dapat mengakibatkan perceraian adalah sebagai berikut :
- Zina;
- Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad jahat;
- Penghukuman dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau dengan hukuman yang lebih berat, yang diucapkan setelah perkawinan;
- Melukai berat atau menganiaya, dilakukan oleh suami atau oleh istri terhadap istri atau suaminya sehingga membahayakan jiwa pihak yang dilukai atau dianiaya, sehingga mengakibatkan luka-luka yang membahayakan.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dalam Bab VII tantang putusnya perkawinan serta akibatnya :
(a) Kematian;
(b) Perceraian;
(c) Keputusan Pengadilan; Adapun menurut PP Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan , yakni dijelaskan pada pasal 19: Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan :
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
- Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturutturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
- Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
4. Tata Cara Perceraian
Adapun tata cara dan prosedur perceraian dapat dibedakan kedalam dua macam sebagai berikut :
a. Cerai Talak
(Permohonan). Pasal 66 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UUPA) menyatakan : Seorang suami yang beragama islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak. Adapun permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 66 diatas memuat :
- Nama, umur, dan tempat kediaman pemohon, yaitu suami dan termohon, yaitu istri.
- Alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak.
Langkah berikutnya adalah pemeriksaan oleh pengadilan. Pasal 68 UUPA menyebutkan :
- Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat permohonan cerai talak didaftarkan kepaniteraan.
- Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan dalam sidang tertutup.
Langkah berikutnya, diatur dalam pasal 70 UUPA sebagaimana dirinci dalam pasal PP 16 Nomor 9/1975 :
- Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan perceraian maka pengadilan menetapkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan.
- Terhadap penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), istri dapat mengajukan banding.
- Setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, pengadilan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak, dengan memanggil suami dan istri atau wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut.
- Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus dalam suatu akta autentik untuk mengucapkan ikrar talak, mengucaokan ikrar talak yang dihadiri oleh istri atau kuasanya.
- Jika istri telah mendapat panggilan secara sah atau patut, tetapi tidak dating menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, maka suami atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya istri atau wakilnya.
- Jika suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, meskipun telah mendapat panggilan secara sah atau patut maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.
b. Cerai Gugat
Pasal 73 UU No. 7/ 1989 menyatakan :
- Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.
- Dalam hal penggugat bertempat kediaman diluar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
- Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat, pengadilan dapat :
- Menentukan nafkah yang ditanggung suami.
- Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikananak.
- Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri.
Adapun tentang kapan persidangan dimulai, pasal 80 ayat (1) UUPA menjelaskan sebagai berikut :
- Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30(tiga puluh) hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian didaftarkan di Kepaniteraan.
- Ayat (2) dan (3) menjelaskan soal teknis untuk menghindarkan ketidakhadiran pihak-pihak yang berperkara baik penggugat maupun tergugat.
- Dalam menetapkan waktu sidang gugatan perceraian, perlu diperhatikan tenggang waktu pemanggilan dan diterimanya panggilan, tersebut oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka.
- Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti dalam pasal 116 huruf b, sidang pemeriksaan gugatan perceraian ditetapkan sekurang-kurangnya 6(enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan perceraian pada kepaniteraan Pengadilan Agama.
Kehadiran pihak-pihak yang berperkara atau wakil/kuasanya menjadi faktor penting bagi lancarnya pemeriksaan perkara dipersidangan. Karena itu, pasal 142 KHI menegaskan :
- Pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian, suami istri dating sendiri atau mewakilkan kepada kuasanya.
- Dalam hal suami istri mewakilkan, untuk kepentingan pemeriksaan hakim dapat memerintahkan yang bersangkutan untuk hadir sendiri.
Setelah perkara gugatan perceraian diputuskan dalam sidang terbuka untuk umum, salinan putusan dikirim kepada pihak-pihak yang terkait.
5. Akibat Perceraian
a. Akibat Talak
Menurut ketentuan pasal 149 Kompilasi dinyatakan sebagai berikut: Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib :
- Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qabla al-dukhul.
- Memberi nafkah, maskan dan kiswah ( tempat tinggal dan pakaian). Kepada bekas istri selama dalam ‘iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.
- Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya dan separuh apabila qabla al-dukhul.
- Memberikan biaya hadlanah (pemeliharaan, termasuk didalamnya biaya pendidikan) untuk anak yang belum mencapai umur 21 tahun.
Ketentuan tersebut dirujuk dari firman Allah SWT dalam suart Al-Baqarah:236
لَّا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ إِن طَلَّقۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ مَا لَمۡ تَمَسُّوهُنَّ أَوۡ تَفۡرِضُواْ لَهُنَّ فَرِيضَةٗۚ وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى ٱلۡمُوسِعِ قَدَرُهُۥ وَعَلَى ٱلۡمُقۡتِرِ قَدَرُهُۥ مَتَٰعَۢا بِٱلۡمَعۡرُوفِۖ حَقًّا عَلَى ٱلۡمُحۡسِنِينَ ٢٣٦
Artinya:” Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut´ah (pemberian) kepada mereka.Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan” (Qs. Al-Baqarah: 236).
b. Akibat Perceraian (Cerai Gugat)
Akibat perceraian karena cerai gugat diatur dalam pasal 156 Kompilasi :
- Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadlanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh :
- Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibu.
- Ayah
- Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ayah
- Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan.
- Wanita-wanita keraba sedarah menurut garis samping dari ibu.
- Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.
- Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadlanah dari ayah atau ibunya.
- Apabila pemegang hadlanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadlanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan pengadilan dapat memindahkan hak hadanah pada kerabat lain yang mempunyai hak hadanah pula.
- Semua biaya hadanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun).
- Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b), (c), (d). f) Pengadilan dapat pula mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.
Ekonomi Dalam Keluarga
Secara bahasa ekonomi terdiri dari dua kata yaitu ekonomi dan keluarga.Ekonomi adalah tingkah laku manusia secara individu atau bersama-sama dalam menggunakan faktor-faktor yang mereka butuhkan.
Adapun keluarga adalah suatu satuan kekerabatan yang juga merupakan satuan tempat yang ditandai oleh adanya kerjasama ekonomi dan mempunyai fungsi untuk kehidupan, bersosialisasiatau mendidik anak dan menolong serta melindungi yang lemah.
Jadi ekonomi keluarga adalah suatu kajian tentang upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh seseorang yang bertanggung jawab atas kebutuhan dan kebahagiaan bagi kehidupan dalam berumah tangga.Ekonomi berperan sebagai upaya dalam membebaskan manusia dari kemelaratan. Dengan ekonomi yang cukup atau bahkan tinggi,seseorangakan dapat hidup sejahtera dan tenang, sehingga orang yang jiwanya tenang akan berpeluang secara baik untuk meraih kehidupan akhirat yang baik pula. Hal tersebut ditandai adanya orang yang tenang dapat melakukan ibadah dengan tenang dan dari hartanya pula seseorang melakukan amal jariyah.Ekonomi keluarga dari suatu masyarakat sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan kesejahteraan dari anggota keluarga itu sendiri.
SUMBER :
- Indi Aunullah, Ensiklopedi Fikih Untuk Remaja , ( Yogyakarta: Insan Madani, 2008), Jilid 2
- Drs. Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat , ( Bandung: Pustaka Setia, 2001),Jilid 2
- Drs. Beni Ahmad Saebani, Perkawinan Dalam Hukum Islam dan Undang-Undang (Perspektif Fiqh Munakahat dan UU No. 1/1974 tentang Poligami dan Problematikanya),(Bandung: Pustaka Setia,2008)
- Ahmad Rofiq, M.A. ,Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2013), Edisi Revisi
- http://.Pengertian Ekonomi Keluarga.diakses tanggal, 2 Agustus 2019. Pukul 10.42
Comments
Post a Comment